Senin, 09 September 2013

Tahukah Anda Fakta Mengenai Naskah Proklamasi Yang Sebenarnya


naskah-proklamasi
Ketika para pendiri Republik ini (terutama panitia sembilan) berhasil merumuskan satu gentlement agreement yang sangat luhur dan disepakati pada tanggal 22 juni 1945 kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Sesungguhnya Piagam Jakarta inilah mukadimah UUD ’45 yang pertama. Tanggal 17 Agustus 1945 pada hari Jum’at dan bulan Ramadhan, Indonesia lahir sebagai negara dan bangsa yang merdeka.Dan hendaknya disadari oleh setiap muslim, bahwa Republik yang lahir itu adalah negara yang “berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Negeri ini pernah berdasar pada syari’at Islam, meskipun syari’at Islam yang dikompromikan, karena pada dasarnya syari’at Islam adalah rahmatan lil’alamiin, bukan hanya untuk umat Islam.
Namun keesokan harinya, tanggal 18 Agustus, rangkaian kalimat “berdasarkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan “Ketuhanan yang Maha esa”.
Pengkhianatan Naskah Proklamasi: Piagam Jakarta.
Teringat dengan Piagam Jakarta maka akan teringat pula dengan tujuh kata yang yang dihapus, ”Kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tujuh kata inilah yang membuat umat islam politik (islamopolithics : orang yang menerapkan nilai-nilai islam dalam kehidupan bernegara/ politik, tidak ada pendiferensiasian antara islam (ibadah) dan politik) menjadi berang hingga saat ini, dan masih sangat mengharapkan agar kata tersebut muncul kembali dalam Sila Pertama Pancasila (Pancasila waktu itu diterima sebagai bagian dari manifestasi islam karena waktu itu pembuat Pancasila menyertakan tujuh butir kata tersebut). Saat ini masyarakat mengalami penyempitan pandangan, bahwa Piagam Jakarta adalah hanya tujuh butir kata yang mengalami penghapusan.
Piagam Jakarta yang sebenarnya adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar yang biasa kita dengarkan ketika upacara-upacara formal. Seharusnya piagam itulah yang harus dibacakan ketika proklamasi Indonesia dikumandangkan karena di dalamnya telah berisi falsafah dasar berdirinya bangsa ini dan dasar penggerak ketika negara ini akan berkembang (Quo Vadis Indonesia).
Naskah Proklamasi yang kita tahu adalah sebuah kertas dengan tulisan dari Soekarno yang penuh dengan coretan. Bila kita coba mengkrititsi lebih dalam, melihat dan meneliti. Apakah sebuah proklamasi bangsa yang besar ini dibuat dengan sangat tergesa-gesa? Tidak ada Negara di belahan bumi manapun yang mirip dengan Indonesia yang Naskah asli proklamasinya penuh dengan corat-coret sana-sini dan yang parahnya adalah hanya dari pikiran beberapa orang saja.
naskahproklamasi2
Naskah Proklamasi yang sebenarnya adalah Naskah Piagam Jakarta. Soekarno pada waktu itu enggan membacakan Naskah Piagam Jakarta karena di dalamnya masih ada “Tujuh Kata” sakral. Soekarno sangat paham dengan makna kata tersebut dan sejarah yang menyertai prosesinya, seandainya Naskah Piagam Jakarta ini dijadikan Naskah Proklamasi. Ditambah desakan kaum nasionalis muda waktu itu yang memaksa untuk segera diproklamasikannya negeri ini.
Bila kita ingat lagi bersama-sama tentunya pelajaran sejarah di SMA kita dulu. Maka tertulislah nama SM Kartosuwiryo. SM Kartosuwiryo telah mengumandangkan (mengumumkan) kemerdekaan Negara Islam Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1945. Hal itulah yang membuat kaum muda menculik Soekarno ke Rengasdenglok, karena takut seandainya negeri ini menjadi negeri islam.
Mengingat SM Kartosuwiryo, imam NII telah mengumandangkan berdirinya negeri islam pada tanggal 15 Agustus. Ahmad Soebardjo yang waktu itu mewakili kaum muda menyarankan Soekarno agar membuat naskah proklamasi seperti pengumuman proklamasi yang dibacakan Kartosuwiryo pada tanggal 15 Agustus 1945. Jadi Naskah Proklamasi kita adalah hanya merupakan Pengumuman Proklamasi bukan suatu naskah yang melandasi jiwa bangsa Indonesia ini. Naskah proklamasi kita adalah naskah proklamasi yang paling aneh bila diandingkan dengan naskah proklamasi dari Negara-negara di belahan dunia lain.
Naskah Piagam Jakarta
Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: ketuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
Naskah inilah yang semestinya dibacakan ketika Negara Indonesia merdeka…
Sesungguhnya kejahatan yang paling besar terhadap suatu bangsa dan kemanusiaan adalah pemutarbalikan fakta sejarah. Hal ini pasti akan menimbulkan keresahan global. Contohnya dapat kita lihat pada kasus manipulasi sejarah penjajahan Jepang di Korea dan Cina. Apa yang terjadi di Jepang tampaknya juga terjadi di negeri ini. Demikian pula kiranya yang terjadi pada Piagam Jakarta, dan penerapan syari’at Islam di Indonesia, yang mengemuka justru seolah olah jika syari’at Islam diterapkan itu sama dengan menghianati perjuangan para pahlawan.
Ada yang mengungkapkan “Pendahulu-pendahulu kita itu berpikir jauh ke depan. Negara kita kan negara hukum. Landasannya adalah Pancasila dan UUD’45. Ini semua dulu sudah dirumuskan oleh tokoh-tokoh Islam.” Atau ada yang menyatakan bahwa dulu para ormas Islam tidak pernah menginginkan Indonesia menjadi negara Islam, atau menginginkan syari’at Islam diterapkan di negeri ini.
Fakta Sebenarnya
Bila pembaca ingin detailnya bagaimana perjuangan pendahulu kita untuk tegaknya Islam di Indonesia, silakan membaca buku Piagam Jakarta 22 Juni 1945 karya H. Endang Saifuddin Anshari (Pustaka, 1983). Pada ruang terbatas ini, kami hanya ingin mengungkap bagian paling penting dari aspek sejarah yang tak boleh dilupakan, apalagi dimanipulasikan.
Istilah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter adalah istilah yang diintroduksikan oleh seorang Muslim nasionalis sekular, Mr. Muhammad Yamin. Ini terlihat dari ungkapan Soekarno dalam sidang BPUPKI tatkala menolak keberatan Ki Bagus Hadikusumo, pemimpin Muhammadiyah, yang meminta agar anak kalimat bagi pemeluk-pemeluknya dicoret dari pembukaan (preambule): “Pendek kata inilah kompromis yang sebaik-baiknya. Jadi Panitia memegang teguh kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Muhammad Yamin “Jakarta Charter”, yang disertai perkataan anggota yang terhormat Sukiman “Gentleman’s Agreement”, supaya ini dipegang teguh di antara pihak Islam dan pihak kebangsaan. Saya mengharap paduka tuan yang mulia, rapat besar suka membenarkan sikap Panitia itu”
Dari ungkapan Ki Bagus yang juga sejalan dengan saran Kiai Ahmad Sanusi, terlihat bahwa aspirasi golongan Islam yang didukung oleh surat 52 ribu ulama setanah air  bukanlah apa yang tercantum dalam Piagam, yakni:Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, denganberdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan….Indonesia
Akan tetapi, aspirasi golongan Islam yang waktu itu antara lain ditokohi oleh Abikusno Tjokrosoejoso (PSII), Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), Haji Agus Salim (Partai Penyadar), dan Abdul Wahid Hasyim (Nahdatul Ulama), adalah:Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam[1], menurut dasar kemanusiaan. Ini terlihat dari ucapan Abikusno untuk menengahi debat Soekarno dengan Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah),“Kalau tiap-tiap dari kita harus, misalnya dari golongan Islam menyatakan pendirian, tentu saja kita menyatakan, sebagaimana harapan tuan Hadikusumo. Tetapi kita sudah melakukan kompromi…” . Penjelasan Abikoesno ini disambut dengan tepuk tangan anggota BPUPKI dan akhirnya Hadikusumo menerima dan sidang akhirnya menerima Piagam Jakarta secara bulat.
Sayangnya, gentleman’s agreement ini dilupakan oleh tokoh-tokoh kalangan nasionalis tatkala BPUPKI sudah berubah menjadi PPKI. Saat mengumumkan UUD 1945, hasil sidang BPUPKI berhari-hari yang dipenuhi dengan perdebatan dan kompromi yang susah payah (berupa Mukadimah atau Piagam Jakarta dan Batang Tubuh UUD) tiba-tiba diubah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Perubahan itu antara lain:
1. Dalam Preambule (Piagam Jakarta), anak kalimat: berdasarkan kepada ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Pasal 6 ayat 1, “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, kata-kata “dan beragama Islam” dicoret.
3. Sejalan dengan perubahan di atas, maka Pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”, sebagai pengganti “Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Persetujuan PPKI atas perubahan itulah yang oleh pimpinan Masyumi Prawoto Mangkusasmito dikatakan menimbulkan satu historische vraag, satu pertanyaan sejarah; menimbulkan kekecewaan golongan Islam. Muhammad Natsir saat itu berkata: “Menyambut hari Proklamasi 17 Agustus kita bertahmied. Menyambut hari besoknya, 18 Agustus, kita beristighfar. InsyaAllah umat Islam tidak akan lupa”
Namun demikian, buru-buru Soekarno sebagai salah satu pihak yang paling bertanggung jawab atas perubahan itu mengatakan bahwa UUD itu sementara, UUD kilat, Revolutiegrondwet. Soekarno menjanjikan bahwa jika kondisi normal akan mengumpulkan MPR untuk membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna (ibid, 43). Akan tetapi, kita melihat fakta sejarah pada sidang-sidang konstituante hasil pemilu 1955, ternyata terjadi deadlock dan Soekarno mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang isinya kembali kepada UUD 1945 yang Revolutiegrondwet itu. Hal itu berlaku hingga hari ini.
Mengapa Piagam Jakarta masih terus mengemuka? Media Indonesia (30/08/2001) menulis bahwa sebabnya adalah adanya fakta sejarah yang mendukungnya. Dalam konsiderans Dekrit Presiden 5 Juli 1959 disebutkan bahwa bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu kesatuan dengan konstitusi itu. Kita tahu, dengan dasar hukum dekrit itulah, UUD ’45 berlaku kembali sebagai hukum dasar tertinggi di Indonesia.
Sayang sekali, konsiderans itu ternyata toh tidak pernah menjadi pertimbangan yang sebenarnya. Lebih merupakan beleid politik. Pasalnya, pemerintah Indonesia dengan seluruh sistem hukum dan ketatanegaraannya, pada faktanya sama sekali tidak memperhatikan apa yang ada di dalam Piagam Jakarta serta apa yang menjadi pemikiran dan perasaan umat Islam Indonesia. Bahkan, yang ada justru depolitisasi dan rekayasa sedemikian rupa. Tujuannya agar Islam dalam arti ideologi (Islam mabda’i) atau politik (Islam siyasi) hilang musnah dari permukaan bumi Islam yang bernama Indonesia ini.
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
”Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah ta’aala dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS AnNashr ayat 1-3)
Menyerang isu penerapan syari’at Islam sebagai akan kembali ke masa barbar, atau akan teraniayanya non-Muslim, sungguh kekhawatiran laten dan klise yang dulu diungkapkan oleh Latuharhary pada sidang BPUPKI (H. Endang Saifuddin, ibid, 29) dan muncul lagi pada petang 17 Agustus 1945, yakni tatkala seorang opsir Jepang menyampaikan bahwa orang-orang Kristen Protestan dan Katolik dari Timur enggan bergabung manakala digunakan Mukaddimah dan Batang Tubuh UUD 1945 hasil sidang BPUPKI (H. Endang Saifuddin, ibid, 45-46). Akan tetapi faktanya pada saat bangsa Indonesia masih berpegang teguh pada UUD 1945 (hasil perubahan memenuhi aspirasi mereka), toh orang-orang Kristen dan Katolik dari Timur itu sangat kuat keinginannya melepaskan diri dari Indonesia. Kongres Papua, FKM, seolah iri kepada Timtim yang telah berhasil memisahkan diri dari NKRI.
Berikut isi teks proklamasi yang disusun oleh duet Soekarno-Hatta:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta
Teks tersebut merupakan hasil ketikan Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Proklamasi kemerdekaan itu diumumkan di Rumah Bung Karno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada 17 Agustus 1945, hari Jum’at, bulan Ramadhan, pukul 10.00 pagi.
Kritik KH Firdaus AN terhadap teks Proklamasi diatas:
  1. Teks Proklamasi seperti tersebut diatas jelas melanggar konsensus, atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 22 Juni 1945.
  2. Yang ditetapkan pada 22 Juni 1945 itu ialah, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
  3. Alasan atau dalih Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya Sekitar Proklamasi hal. 49, bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, ‘Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut Piagam Jakarta, ‘ tidak dapat diterima, karena telah melanggar kaidah-kaidah sejarah yang harus dijunjung tinggi. Mengapa mereka tidak mengambil teks yang resmi itu di rumah beliau di Jl. Diponegoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend. Nisimura, penguasa Jepang yang telah menyerah dan menyempatkan diri untuk bicara cukup lama malam itu, tapi untuk mengambil teks Proklamasi yang resmi dan telah disiapkan sejak dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal jika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Dan akhirnya teks itu harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dan penuh dengan coretan, seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang!
  4. Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani oleh 2 (dua) orang tokoh nasional (Soekarno-Hatta), tetapi harus ditanda-tangani oleh 9 (sembilan) orang tokoh seperti dicantum dalam Piagam Jakarta. Keluar dan menyimpang dari ketentuan tersebut tadi adalah manipulasi dan penyimpangan sejarah yang mestinya harus dihindari. Teks itu tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari 5 (lima) orang tokoh.
  5. Teks Proklamasi itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas dan hampa, tidak aspiratif. Ya, tidak mencerminkan aspirasi bangsa Indonesia; tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni para penganut agama Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi yang dipandang gegabah itu. Tak ada di dunia, teks Proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam sejarah tak ada kata maaf, karena itu harus diluruskan kembali teks Proklamasi yang asli. Adapun teks Proklamasi yang otentik, yang telah disepakati bersama oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945 itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta.
KH Firdaus AN mengusulkan supaya dilakukan koreksi sejarah. Untuk selanjutnya, demi menghormati musyawarah BPUPKI yang telah bekerja keras mempersiapkan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, maka semestinya pada setiap peringatan kemerdekaan RI tidak lagi dibacakan teks proklamasi “darurat” susunan BK-Hatta. Hendaknya kembali kepada orisinalitas teks proklamasi yang otentik seperti tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 diatas.
Benarlah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang mensinyalir bahwa dekadensi ummat terjadi secara gradual. Didahului pertama kali oleh terurainya ikatan Islam berupa simpul hukum (aspek kehidupan sosial-kenegaraan). Tanpa kecuali ini pula yang menimpa negeri ini. Semenjak sebagian founding fathers negeri ini tidak berlaku “amanah” sejak hari pertama memproklamirkan kemerdekaan maka diikuti dengan terurainya ikatan Islam lainnya sehingga dewasa ini kita lihat begitu banyak orang bahkan terang-terangan meninggalkan kewajiban sholat. Mereka telah mencoret kata-kata “syariat Islam” dari teks proklamasi. Bahkan dalam teks proklamasi “darurat” tersebut nama Allah ta’aala saja tidak dicantumkan, padahal dibacakan di bulan suci Ramadhan! Seolah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tidak ada kaitan dengan pertolongan Allah ta’aala…!
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.” (HR. Ahmad 45/134)

Jumat, 06 September 2013

Fakta di Balik Kriminalisasi KPK, dan Keterlibatan SBY


logo-kpk
Oleh : Abu Ya'la Babussalam,Lc
Apa yang terjadi selama ini sebetulnya bukanlah kasus yang sebenarnya, tetapi hanya sebuah ujung dari konspirasi besar yang memang bertujuan mengkriminalisasi institusi KPK. Dengan cara terlebih dahulu mengkriminalisasi pimpinan, kemudian menggantinya sesuai dengan orang-orang yang sudah dipilih oleh “sang sutradara”, akibatnya, meskipun nanti lembaga ini masih ada namun tetap akan dimandulkan.
Agar Anda semua bisa melihat persoalan ini lebih jernih, mari kita telusuri mulai dari kasus Antasari Azhar. Sebagai pimpinan KPK yang baru, menggantikan Taufiqurahman Ruqi, gerakan Antasari memang luar biasa. Dia main tabrak kanan dan kiri, siapa pun dibabat, termasuk besan Presiden SBY.
Antasari yang disebut-sebut sebagai orangnya Megawati (PDIP), ini tidak pandang bulu karena siapapun yang terkait korupsi langsung disikat. Bahkan, beberapa konglomerat hitam — yang kasusnya masih menggantung pada era sebelum era Antasari, sudah masuk dalam agenda pemeriksaaanya.
Tindakan Antasari yang hajar kanan-kiri, dinilai Jaksa Agung Hendarman sebagai bentuk balasan dari sikap Kejaksaan Agung yang tebang pilih, dimana waktu Hendraman jadi Jampindsus, dialah yang paling rajin menangkapi Kepala Daerah dari Fraksi PDIP. Bahkan atas sukses menjebloskan Kepala Daerah dari PDIP, dan orang-orang yang dianggap orangnya Megawati, seperti ECW Neloe, maka Hendarman pun dihadiahi jabatan sebagai Jaksa Agung.
Setelah menjadi Jaksa Agung, Hendarman makin resah, karena waktu itu banyak pihak termasuk DPR menghendaki agar kasus BLBI yang melibatkan banyak konglomerat hitam dan kasusnya masih terkatung –katung di Kejaksaan dan Kepolisian untuk dilimpahkan atau diambilalih KPK. Tentu saja hal ini sangat tidak diterima kalangan kejaksaan, dan Bareskrim, karena selama ini para pengusaha ini adalah tambang duit dari para aparat Kejaksaan dan Kepolisian, khususnya Bareskrim. Sekedar diketahui Bareskrim adalah supplier keuangan untuk Kapolri dan jajaran perwira polisi lainnya.
antasariSikap Antasari yang berani menahan besan SBY, sebetulnya membuat SBY sangat marah kala itu. Hanya, waktu itu ia harus menahan diri, karena dia harus menjaga citra, apalagi moment penahanan besannya mendekati Pemilu, dimana dia akan mencalonkan lagi. SBY juga dinasehati oleh orang-orang dekatnya agar moment itu nantinya dapat dipakai untuk bahan kampanye, bahwa seorang SBY tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi. SBY terus mendendam apalagi, setiap ketemu menantunya Anisa Pohan, suka menangis sambil menanyakan nasib ayahnya.
Dendam SBY yang membara inilah yang dimanfaatkan oleh Kapolri dan Jaksa Agung untuk mendekati SBY, dan menyusun rencana untuk “melenyapkan” Antasari. Tak hanya itu, Jaksa Agung dan Kapolri juga membawa konglomerat hitam pengemplang BLBI [seperti Syamsul Nursalim, Agus Anwar, Liem Sioe Liong, dan lain-lainnya), dan konglomerat yang tersandung kasus lainnya seperti James Riyadi (kasus penyuapan yang melibatkan salah satu putra mahkota Lippo, Billy Sindoro terhadap oknum KPPU dalam masalah Lipo-enet/Astro, dimana waktu itu Billy langsung ditangkap KPK dan ditahan), Harry Tanoe (kasus NCD Bodong dan Sisminbakum yang selama masih mengantung di KPK), Tommy Winata (kasus perusahaan ikan di Kendari, Tommy baru sekali diperiksa KPK), Sukanto Tanoto (penggelapan pajak Asian Agri), dan beberapa konglomerat lainnya].
Para konglomerat hitam itu berjanji akan membiayai pemilu SBY, namun mereka minta agar kasus BLBI, dan kasus-kasus lainnya tidak ditangani KPK. Jalur pintas yang mereka tempuh untuk “menghabisi Antasari “ adalah lewat media. Waktu itu sekitar bulan Februari- Maret 2008 semua wartawan Kepolisian dan juga Kejaksaan (sebagian besar adalah wartawan brodex – wartawan yang juga doyan suap) diajak rapat di Hotel Bellagio Kuningan. Ada dana yang sangat besar untuk membayar media, di mana tugas media mencari sekecil apapun kesalahan Antasari. Intinya media harus mengkriminalisasi Antasari, sehingga ada alasan menggusur Antasari.
Nyatanya, tidak semua wartawan itu “hitam”, namun ada juga wartawan yang masih putih, sehingga gerakan mengkriminalisaai Antasari lewat media tidak berhasil.
Antasari sendiri bukan tidak tahu gerakan-gerakan yang dilakukan Kapolri dan Jaksa Agung yang di back up SBY untuk menjatuhkannya. Antasari bukannya malah nurut atau takut, justeru malah menjadi-jadi dan terkesan melawan SBY. Misalnya Antasari yang mengetahui Bank Century telah dijadikan “alat” untuk mengeluarkan duit negara untuk membiayai kampanye SBY, justru berkoar akan membongkar skandal bank itu. Antasari sangat tahu siapa saja operator –operator Century, dimana Sri Mulyani dan Budiono bertugas mengucurkan duit dari kas negara, kemudian Hartati Mudaya, dan Budi Sampurna, (adik Putra Sanpurna) bertindak sebagai nasabah besar yang seolah-olah menyimpan dana di Century, sehingga dapat ganti rugi, dan uang inilah yang digunakan untuk biaya kampanye SBY.
Tentu saja, dana tersebut dijalankan oleh Hartati Murdaya, dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Partai Demokrat, dan diawasi oleh Eddy Baskoro plus Djoko Sujanto (Menkolhukam) yang waktu itu jadi Bendahara Tim Sukses SBY. Modus penggerogotan duit Negara ini biar rapi maka harus melibatkan orang bank (agar terkesan Bank Century diselamatkan pemerintah), maka ditugaskan lah Agus Martowardoyo (Dirut Bank Mandiri), yang kabarnya akan dijadikan Gubernur BI ini. Agus Marto lalu menyuruh Sumaryono (pejabat Bank Mandiri yang terkenal lici dan korup) untuk memimpin Bank Century saat pemerintah mulai mengalirkan duit 6,7 T ke Bank Century.
Antasari bukan hanya akan membongkar Century, tetapi dia juga mengancam akan membongkar proyek IT di KPU, dimana dalam tendernya dimenangkan oleh perusahaannya Hartati Murdaya (Bendahara Demokrat). Antasari sudah menjadi bola liar, ia membahayakan bukan hanya SBY tetapi juga Kepolisian, Kejaksaan, dan para konglomerat, serta para innercycle SBY. Akhirnya Kapolri dan Kejaksaan Agung membungkam Antasari. Melalui para intel akhirnya diketahui orang-orang dekat Antasari untuk menggunakan menjerat Antasari.
nasrudin-zulkarnaenOrang pertama yang digunakan adalah Nasrudin Zulkarnaen. Nasrudin memang cukup dekat Antasari sejak Antasari menjadi Kajari, dan Nasrudin masih menjadi pegawai. Maklum Nasrudin ini memang dikenal sebagai Markus (Makelar Kasus). Dan ketika Antasari menjadi Ketua KPK, Nasrudin melaporkan kalau ada korupsi di tubuh PT Rajawali Nusantara Indonesia (induk Rajawali Putra Banjaran). Antasari minta data-data tersebut, Nasrudin menyanggupi, tetapi dengan catatan Antasari harus menjerat seluruh jajaran direksi PT Rajawali, dan merekomendasarkan ke Menteri BUMN agar ia yang dipilih menjadi dirut PT RNI, begitu jajaran direksi PT RNI ditangkap KPK.
Antasari tadinya menyanggupi transaksi ini, namun data yang diberikan Nasrudin ternyata tidak cukup bukti untuk menyeret direksi RNI, sehingga Antasari belum bisa memenuhi permintaan Nasrudin. Seorang intel polsi yang mencium kekecewaan Nasrudin, akhirnya mengajak Nasrudin untuk bergabung untuk melindas Antasari. Dengan iming-iming, jasanya akan dilaporkan ke Presiden SBY dan akan diberi uang yang banyak, maka skenario pun disusun, dimana Nasrudin disuruh mengumpan Rani Yulianti untuk menjebak Antasari.
Rupanya dalam rapat antara Kapolri dan Kejaksaan, yang diikuti Kabareskrim, melihat kalau skenario menurunkan Antasari hanya dengan umpan perempuan, maka alasan untuk mengganti Antasari sangat lemah. Oleh karena itu tercetuslah ide untuk melenyapkan Nasrudin, dimana dibuat skenario seolah yang melakukan Antasari. Agar lebih sempurna, maka dilibatkanlah pengusaha Sigit Hario Wibisono. Mengapa polisi dan kejaksaan memilih Sigit, karena seperti Nasrudin, Sigit adalah kawan Antasari, yang kebetulan juga akan dibidik oleh Antasari dalam kasus penggelapan dana di Departemen Sosial sebasar Rp 400 miliar.
Sigit yang pernah menjadi staf ahli di Depsos ini ternyata menggelapakan dana bantuan tsunami sebesar Rp 400 miliar. Sebagai teman, Antasari, mengingatkan agar Sigit lebih baik mengaku, sehingga tidak harus “dipaksa KPK”. Nah Sigit yang juga punya hubungan dekat dengan Polisi dan Kejaksaan, mengaku merasa ditekan Antasari. Di situlah kemudian Polisi dan Kejaksaan melibatkan Sigit dengan meminta untuk memancing Antasari ke rumahnya, dan diajak ngobrol seputar tekanan-tekanan yang dilakukan oleh Nasrudin. Terutama, yang berkait dengan “terjebaknya: Antasari di sebuah hotel dengan istri ketiga Nasrudin.
Nasrudin yang sudah berbunga-bunga, tidak pernah menyangka, bahwa akhirnya dirinyalah yang dijadikan korban, untuk melengserkan Antasari selama-lamanya dari KPK. Dan akhirnya disusun skenario yang sekarang seperti diajukan polisi dalam BAP-nya. Kalau mau jujur, eksekutor Nasrudin bukanlah tiga orang yangs sekarang ditahan polisi, tetapi seorang polisi (Brimob ) yang terlatih.
bibt-chandraBibit dan Chandra. Lalu bagaimana dengan Bibit dan Chandra? Kepolisian dan Kejaksaan berpikir dengan dibuinya Antasari, maka KPK akan melemah. Dalam kenyataannya, tidak demikian. Bibit dan Chandra, termasuk yang rajin meneruskan pekerjaan Antasari. Seminggu sebelum Antasari ditangkap, Antasari pesan wanti-wanti agar apabila terjadi apa-apa pada dirinya, maka penelusuran Bank Century dan IT KPU harus diteruskan.
susno-duadjiItulah sebabnya KPK terus akan menyelidiki Bank Century, dengan terus melakukan penyadapan-penyadapan. Nah saat melakukan berbagai penyadapan, nyangkutlah Susno yang lagi terima duit dari Budi Sammpoerna sebesar Rp 10 miliar, saat Budi mencairkan tahap pertama sebasar US $ 18 juta atau 180 miliar dari Bank Century. Sebetulnya ini bukan berkait dengan peran Susno yang telah membuat surat ke Bank Century (itu dibuat seperti itu biar seolah–olah duit komisi), duit itu merupakan pembagian dari hasil jarahan Bank Century untuk para perwira Polri. Hal ini bisa dipahami, soalnya polisi kan tahu modus operansi pembobolan duit negara melalui Century oleh inner cycle SBY.
Bibit dan Chandra adalah dua pimpinan KPK yang intens akan membuka skandal bank Bank Century. Nah, karena dua orang ini membahayakan, Susno pun ditugasi untuk mencari-cari kesalahan Bibit dan Chandra. Melalui seorang Markus (Eddy Sumarsono) diketahui, bahwa Bibit dan Chandra mengeluarkan surat cekal untuk Anggoro. Maka dari situlah kemudian dibuat Bibit dan Chandra melakukan penyalahgunaan wewenang.
Anggodo-WijojoNah, saat masih dituduh menyalahgunakan wewenang, rupanya Bibit dan Chandra bersama para pengacara terus melawan, karena alibi itu sangat lemah, maka disusunlah skenario terjadinya pemerasan. Di sinilah Antasari dibujuk dengan iming-iming, ia akan dibebaskan dengan bertahap (dihukum tapi tidak berat), namun dia harus membuat testimony, bahwa Bibit dan Chandra melakukan pemerasan.
Berbagai cara dilakukan, Anggoro yang memang dibidik KPK, dijanjikan akan diselsaikan masalahnya Kepolisian dan Jaksa, maka disusunlah berbagai skenario yang melibatkan Anggodo, karena Angodo juga selama ini sudah biasa menjadi Markus. Persoalan menjadi runyam, ketika media mulai mengeluarkan sedikir rekaman yang ada kalimat R1-nya. Saat dimuat media, SBY konon sangat gusar, juga orang-orang anggorodekatnya, apalagi Bibit dan Chandra sangat tahu kasus Bank Century. Kapolri dan Jaksa Agung konon ditegur habis Presiden SBY agar persoalan tidak meluas, maka ditahanlah Bibit dan Chandra ditahan. Tanpa diduga, rupanya penahaan Bibit dan Chandra mendapat reaksi yang luar biasa dari publik maka Presiden pun sempat keder dan menugaskan Denny Indrayana untuk menghubungi para pakar hukum untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF).
Demikian, sebetulnya bahwa ujung persoalan adalah SBY, Jaksa Agung, Kapolri, Joko Suyanto, dan para konglomerat hitam, serta innercycle SBY (pengumpul duit untk pemilu legislative dan presiden). RASANYA ENDING PERSOALAN INI AKAN PANJANG, KARENA SBY PASTI TIDAK AKAN BERANI BERSIKAP. Satu catatan, Anggoro dan Anggodo, termasuk penyumbang Pemilu yang paling besar.
Jadi mana mungkin Polisi atau Jaksa, bahkan Presiden SBY sekalipun berani menangkap Anggodo!

Teori Kendali Pikiran dan Teknik yang Digunakan oleh Media Massa


(Mind Control Theories and Techniques used by Mass Media)
the Vigilant Citizen
Media massa adalah alat yang paling kuat digunakan oleh kelas penguasa untuk memanipulasi massa. Membentuk dan mengendalikan pendapat dan tingkah laku serta menentukan apa yg normal dan apa yang dapat diterima. Artikel ini membahas cara kerja media massa melalui teori-teori pemikir utama, struktur kekuatan dan teknik-teknik dalam menggunakannya, dalam rangka untuk memahami peran media yang sebenarnya dalam masyarakat.
highres
Sebagian besar artikel di situs ini membahas simbolisme gaib yang ditemukan di media massa seperti TV. Dari artikel ini timbul banyak pertanyaan yang lazim berkaitan dengan tujuan dari simbol-simbol dan motivasi dari orang2 yang meroketkan penyanyi tersebut, tetapi tidak mungkin bagi saya untuk memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan-pertanyaan tanpa menyebutkan konsep-konsep dan fakta. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menulis artikel ini untuk memasok latar belakang teoritis dan metodologis dari analisis yang disajikan di situs ini serta memperkenalkan para lulusan bidang komunikasi massa. Beberapa orang membaca artikel saya dan berpikir saya mengatakan “Lady Gaga ingin mengontrol pikiran kita”. Dia hanyalah bagian kecil dari sistem besar yang ada, media massa.
Pemrograman Melalui Media Massa
Media massa adalah bentuk media yang dirancang untuk menjangkau khalayak ramai. Diantaranya televisi, film, radio, koran, majalah, buku, catatan, video game dan internet. Banyak penelitian telah dilakukan pada abad masa lalu untuk mengukur efek media massa pada populasi dalam rangka untuk menemukan teknik terbaik untuk mempengaruhinya. Dari studi muncul ilmu Komunikasi, yang digunakan dalam pemasaran, hubungan masyarakat dan politik. Komunikasi massa merupakan alat yang penting dalam menjamin fungsionalitas dari sebuah demokrasi besar, tetapi juga merupakan alat yang diperlukan untuk kediktatoran. Itu semua tergantung pada penggunaannya.
Dalam kata pengantar 1958 untuk A Brave New World, Aldous Huxley menjelaskan suatu gambaran tentang masyarakat. Dia percaya massa dikendalikan oleh “kekuatan impersonal”, elit yang berkuasa, yang memanipulasi populasi dengan menggunakan berbagai metode.
“Kekuatan impersonal (elite penguasa) mendorong kita sewaktu kita tidak memiliki kendali atas diri kita, membuat mereka dengan mudah mendorong kita ke berbagai arah yg mereka inginkan, yang seringkali menjerumuskan kita ke dalam sebuah mimpi buruk “dunia baru” dan ini adalah keinginan dari “kekuatan impersonal” yang didukung oleh organisasi komersial dan politik yang telah mengembangkan sejumlah teknik baru untuk memanipulasi, demi kepentingan beberapa minoritas. ”
- Aldous Huxley, Preface to A Brave New World
Pandangan suramnya bukanlah hipotesis sederhana atau delusi paranoid. Ini adalah fakta yang didokumentasikan, yang hadir dalam mempelajari dunia yang paling penting di media massa. Berikut adalah beberapa di antaranya:
Para Pemikir Elit

Walter_Lippmann
Walter Lippmann
Walter Lippmann, seorang intelektual Amerika, penulis, dan pemenang dua kali pemenang dua kali Pulitzer melahirkan salah satu karya tentang penggunaan media massa di Amerika. Dalam Opini Publik (1922), Lippmann membandingkan massa ke dalam “monster besar” dan “ternak yang bingung” yang harus dibimbing oleh pemerintah yang mengatur. Dia menggambarkan para elit yang berkuasa sebagai “kelas khusus yang kepentingannya melampaui lokal”. Kelas ini terdiri dari ahli, spesialis dan birokrat. Menurut Lippmann, para pakar, yang sering disebut sebagai “elit”, yang menjadi mesin pengetahuan yang sebenarnya menjadi cacat utama dari sebuah demokrasi, Demokrasi yang ideal tentunya tidak mungkin menginjak-injak dan menakuti “ternak yang bingung”. Para warga yang dikatakan seperti “Ternak yang bingung” memiliki fungsi untuk menjadi “penonton yang tertarik” tetapi bukan peserta. Partisipasipan adalah tugas dari “orang yang bertanggung jawab”, yang bukan warga biasa.
Media massa dan propaganda karena itu alat yang harus digunakan oleh elit untuk aturan masyarakat tanpa paksaan fisik. Salah satu konsep penting yang disampaikan oleh Lippmann adalah “pembuatan persetujuan”, yang singkatnya, manipulasi opini publik untuk menerima agenda elite. Ini adalah pendapat Lippmann bahwa masyarakat umum tidak memenuhi syarat untuk alasan dan untuk menentukan isu-isu penting. Oleh karena itu penting bagi elit untuk memutuskan “untuk sendiri baik” dan kemudian menjual keputusan-keputusan kepada massa.
Bahwa “pembuatan persetujuan” dari penyempurnaan besar itu tidak ada, saya pikir, ini adalah sangkalan. Proses di mana pendapat publik timbul adalah tentu tidak kurang rumit daripada yang muncul di halaman ini, dan kesempatan untuk manipulasi adalah terbuka bagi siapa saja yang mengerti proses yang cukup jelas. . . . sebagai hasil penelitian psikologis, ditambah dengan sarana komunikasi modern, praktek demokrasi telah berbelok. Sebuah revolusi berlangsung, jauh lebih penting daripada pergeseran kekuatan ekonomi. . . . Di bawah pengaruh propaganda, belum tentu kita memahami arti jahat, konstanta lama pemikiran kita telah menjadi variabel. Hal ini tidak mungkin lagi, misalnya, untuk percaya pada dogma asli demokrasi, bahwa pengetahuan yang dibutuhkan untuk pengelolaan urusan manusia muncul secara spontan dari hati manusia. Dimana kita bertindak pada teori bahwa kita menunjukkan diri kita menipu diri sendiri, dan untuk bentuk persuasi bahwa kita tidak dapat memverifikasi. Hal ini telah menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengandalkan pada intuisi, hati nurani, atau kecelakaan pendapat kasual jika kita berurusan dengan dunia luar jangkauan kita.”
–Walter Lippmann, Public Opinion
Ini mungkin menarik untuk dicatat bahwa Lippmann merupakan salah satu pendiri Council on Foreign Relations (CFR)-Dewan Hubungan Luar Negeri, kebijakan luar negeri paling berpengaruh di dunia. Fakta ini akan memberi Anda petunjuk kecil tentang pemikiran elit mengenai penggunaan media.
“Politik dan kekuatan ekonomi di Amerika Serikat terkonsentrasi di tangan “elit penguasa” yang menguasai sebagian besar perusahaan multinasional yang berbasis di AS, media komunikasi utama, universitas swasta besar dan banyak sarana publik. Didirikan pada tahun 1921, Dewan Hubungan Luar Negeri adalah hubungan utama antara perusahaan besar dan pemerintah federal. Telah disebut sebagai “sekolah untuk negarawan” dan dekat untuk menjadi dari apa yang C. Wright Mills katakan, yaitu Power Elite – sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepentingan dan membentuk keadaan dunia dari posisi yang kelompok mereka capai, dan merencanakan semuanya di belakang layar. Pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah bagian dari usaha Dewan, serta International Monetary Fund (IMF) dan World Bank.
- Steve Jacobson, Mind Control in the United States
Beberapa anggota CFR saat ini termasuk David Rockefeller, Dick Cheney, Barack Obama, Hillary Clinton, gereja megah-pendeta Rick Warren dan para CEO perusahaan besar seperti CBS, Nike, Coca-Cola dan Visa.
carljung1
Carl Jung
Carl Jung
Carl Jung adalah pendiri psikologi analitis (juga dikenal sebagai psikologi Jung), yang menekankan pemahaman jiwa dengan mengeksplorasi mimpi, seni, mitologi, agama, simbol dan filsafat. Asal usul konsep psikologis yang banyak digunakan saat ini seperti Archetype, the Complex, the Persona, the Introvert/Extrovert dan Synchronicity. Ia sangat dipengaruhi oleh latar belakang okultisme keluarganya. Carl Gustav, kakeknya, adalah seorang Freemason (dia adalah Grand Master) dan Jung sendiri menemukan bahwa beberapa dari nenek moyangnya adalah Rosicrucian. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa ia memiliki minat yang besar dalam filsafat Timur dan Barat, alkimia, astrologi dan simbolisme. Salah satu konsep yang paling penting (dan disalahpahami) adalah Kesadaran kolektif/Collective Unconscious.
“Tesis saya, adalah sebagai berikut: Selain dari kesadaran kami, yang bersifat pribadi dan yang kami yakini sebagai jiwa, terdapat sistem psikis kedua yang bersifat kolektif, universal, dan impersonal yang identik pada semua individu. Kesadaran kolektif tidak berkembang secara individu tetapi diwariskan. Terdiri dari bentuk-bentuk pra-ada, yang sempurna, yang hanya bisa menjadi kesadaran sekunder dan yang memberikan bentuk nyata untuk isi psikis tertentu.”
- Carl Jung, The Concept of the Collective Unconscious
jung-carl-time-magazine1
1955 Time Magazine cover featuring Carl Jung. Looks a little like Avatar, doesn’t it?
Transpires ketidaksadaran kolektif melalui keberadaan simbol serupa dan tokoh mitologis dalam peradaban yang berbeda. simbol pola dasar tampaknya akan tertanam di bawah sadar kolektif kita, dan, saat terkena kepada mereka, kami menunjukkan daya tarik alam dan ketertarikan. Simbol tersembunyi oleh karena itu dapat memberikan suatu dampak yang besar pada orang, bahkan jika banyak orang tidak pernah secara pribadi diperkenalkan kepada makna esoteris simbol itu. Media massa pemikir, seperti Edward D. Bernays, ditemukan dalam konsep ini cara yang hebat untuk memanipulasi pribadi publik dan kolektif bawah sadar.
Edward Bernays
Edward Bernays dianggap sebagai “ayah dari hubungan publik” dan konsep yang digunakan ditemukan oleh pamannya, Sigmund Freud untuk memanipulasi masyarakat dengan menggunakan alam bawah sadar. Ia berbagi pandangan Walter Lippmann tentang populasi umum dengan mempertimbangkan hal itu tidak rasional dan tunduk pada “naluri kawanan”. Menurutnya, massa perlu dimanipulasi oleh pemerintah tak terlihat untuk menjamin kelangsungan hidup demokrasi.
“Manipulasi sadar dan cerdas dari kebiasaan terorganisir dan pendapat massa merupakan elemen penting dalam masyarakat demokratis. Mereka yang memanipulasi mekanisme tak terlihat dari masyarakat merupakan pemerintah yang tak terlihat yang merupakan kekuatan yang berkuasa sebenarnya dari negara kita.
Kami diatur, pikiran kita dibentuk, selera kita terbentuk, ide-ide kita disarankan, terutama bila kita mendengar sesuatu yang belum pernah kita dengar. Ini adalah hasil logis dari cara di mana masyarakat demokratis kita diatur. Sejumlah besar manusia harus bekerja sama dengan cara ini jika mereka untuk hidup bersama sebagai masyarakat agar kemasyarakatan berfungsi secara lancar.
“Gubernur-gubernur yang tidak terlihat”, dalam banyak kasus, tidak menyadari identitas sesama anggota mereka di dalam kabinet. ”
- Edward Bernays, Propaganda
Kampanye pemasaran Bernay berperan dalam mengubah fungsi masyarakat Amerika. Dia pada dasarnya menciptakan “konsumerisme” dengan menciptakan budaya dimana membeli untuk kesenangan daripada membeli untuk bertahan hidup. Untuk alasan ini, ia dimasukkan oleh Life Magazine pada Top 100 Amerikan yang paling berpengaruh pada abad ke-20.
Edward_Bernays1
Edward_Bernays
lasswell2
Harold Lasswell
Pada 1939-1940, University of Chicago adalah tuan rumah dari serangkaian seminar rahasia dalam hal komunikasi. Seminar ini didanai oleh Yayasan Rockefeller dan melibatkan para peneliti paling menonjol di bidang komunikasi dan studi sosiologis. Salah satu sarjananya adalah Harold Lasswell, seorang ilmuwan politik terkemuka Amerika dan teori komunikasi, yang mengkhususkan diri dalam analisis propaganda. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi, pemerintahan yang diperintah oleh rakyat, tidak bisa mempertahankan dirinya sendiri tanpa suatu elit khusus dan membentuk opini publik melalui propaganda.
Dalam bukunya Encyclopaedia of the Social Sciences, Lasswell menjelaskan bahwa ketika elit memiliki kekurangan dalam hal yg diperlukan untuk memaksa ketaatan dari masyarakat, manajer sosial harus menambahkan pembenaran konvensional “teknik kontrol baru, terutama melalui propaganda.”
Lasswell ekstensif mempelajari bidang analisis untuk memahami efektivitas dari berbagai jenis propaganda. Dalam esainya, Lasswell menjelaskan bahwa, dalam rangka memahami makna pesan (misalnya film, pidato, buku, dll), kita harus mempertimbangkan frekuensi dengan simbol-simbol tertentu yang muncul dalam pesan, arah di mana simbol mencoba membujuk pendapat penonton, dan intensitas dari simbol-simbol yang digunakan.
Lasswell terkenal untuk model analisis medianya berdasarkan:
Who (says) What (to) Whom (in) What Channel (with) What Effect
Dengan model ini, Lasswell menunjukkan bahwa untuk benar menganalisis produk media, kita harus melihat pada yang menghasilkan produk (orang-orang yang memerintahkan penciptaan), yang itu ditujukan (target audiens) dan apa yang efek yang diinginkan produk ini (untuk menginformasikan, untuk meyakinkan, untuk menjual, dll) pada penonton.
Menggunakan video Rihanna sebagai contoh, analisis akan menjadi sebagai berikut: WHO-Siapa yg membuat: Vivendi Universal; APA yg dibuat: artis pop Rihanna; KE SIAPA: konsumen antara usia 9 dan 25; Dengan MEDIA apa: musik video, dan APA EFEKNYA: Menjual image artis, lagu nya, gambar dan pesan dalam musiknya.
Analisis video dan film pada website ini menyadari pentingnya “siapa yang berada di belakang” pesan yang dikomunikasikan kepada publik. Istilah Illuminati sering digunakan untuk menggambarkan kelompok elit penguasa yang menguasai massa yang tidak sadar telah dikuasai secara diam-diam. Meskipun istilah ini cukup simbolis, tetapi menggambarkan kedekatan elit dengan masyarakat rahasia dan pengetahuan gaib. Namun, saya pribadi membenci dengan menggunakan “teori konspirasi” untuk menggambarkan apa yang terjadi di media massa. Jika semua fakta mengenai sifat elitis industri sudah tersedia untuk umum, bisakah masih dianggap sebagai “konspirasi teori”?
Dulu ada berbagai sudut pandang, ide dan pendapat dalam budaya populer. Konsolidasi perusahaan media, bagaimanapun, menghasilkan standarisasi industri budaya. Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa semua musik baru-baru ini terdengar sama dan semua film baru-baru ini memiliki pesan yg tampak sama? Berikut ini adalah bagian dari jawabannya:
Kepemilikan Media
media-ownership
aol-time-warner
Seperti digambarkan dalam grafik di atas, jumlah perusahaan yang memiliki media di AS dari 50 perusahaan menjadi 5 perusahaan dalam waktu kurang dari 20 tahun. Berikut adalah perusahaan besar yang berkembang di seluruh dunia dan aset yang mereka miliki.
“Sebuah daftar perusahaan yang dikontrol oleh AOL Time Warner membutuhkan 10 halaman yg berisi daftar 292 perusahaan yang terpisah dan anak perusahaannya. Dari jumlah tersebut, 22nya merupakan usaha patungan dengan perusahaan besar lainnya yang terlibat dalam berbagai keikutsertaan dalam operasi media. Para mitra ini terdiri 3Com, eBay, Hewlett-Packard, Citigroup, Ticketmaster, American Express, Homestore, Sony, Viva, Bertelsmann, Polygram, dan Amazon.com. Beberapa sifat lebih akrab sepenuhnya dimiliki oleh Time Warner termasuk Book-of-the-Month Club; Little, penerbit Brown; HBO, dengan tujuh saluran, CNN, tujuh saluran khusus dan bahasa asing, Road Runner, Warner Brothers Studios; Weight Watchers, Popular Science, dan lima puluh dua perusahaan rekaman yang berbeda “.

- Ben Bagdikan, The New Media Monopoly
AOL Time Warner memiliki:
  • 64 majalah, termasuk Time, Life, People, MAD Majalah dan DC Comics
  • Warner Bros, New Line dan Fine Line Fitur di bioskop
  • Lebih dari 40 label musik, termasuk Warner Bros, Atlantik dan Elektra
  • Banyak jaringan televisi seperti WB Networks, HBO, Cinemax, TNT, Cartoon Network dan CNN
  • Madonna, Sean Paul, The White Stripes
viacom-logo1
Viacom memiliki:
  • CBS, MTV, MTV2, UPN, VH1, Showtime, Nickelodeon, Comedy Central, TNN, CMT dan BET
  • Paramount Pictures, film Nickelodeon, MTV Films
  • Blockbuster Video
  • 1800 layar di bioskop melalui Terkenal Pemain

disney
“Hollywood merupakan jantung, dengan delapan studio produksi film dan distributor: Walt Disney Pictures, Touchstone Pictures, Miramax, Buena Vista Home Video, Buena Vista Home Entertainment, Buena Vista International, Hollywood Pictures, dan Caravan Pictures.
The Walt Disney Company mengontrol delapan penerbit buku dengan Walt Disney Company Book Publishing dan ABC Publishing Group; 17 majalah, ABC Television Network, dengan 10 stasiun yang dimiliki dan dioperasikan sendiri termasuk dalam lima pasar atas; 30 stasiun radio, termasuk semua pangsa pasar utama; 11 saluran kabel, termasuk Disney, ESPN (bersama-sama), A & E, dan History Channel; 13 saluran siaran internasional yang membentang dari Australia ke Brasil, 7 unit produksi dan olahraga di seluruh dunia; dan 17 situs internet, termasuk ABC group, ESPN.sportszone, NFL.com, NBAZ.com, dan NASCAR.com. Lima kelompok musik termasuk Buena Vista, Lyric Street, dan Disney Walt label, dan produksi teater yang tumbuh di film The Lion King, Beauty and the Beast, dan King David. ”
- Ibid
The Walt Disney Company memiliki:
  • ABC, Disney Channel, ESPN, A & E, Sejarah Channel
  • Walt Disney Pictures, Touchstone Pictures, Hollywood Pictures, Miramax Film Corp, Dimensi dan Buena Vista International
  • Miley Cyrus / Hannah Montana, Selena Gomez, Jonas Brothers
logo-VIVENDI-UNIVERSAL
Vivendi Universal memiliki:
  • 27% dari penjualan musik AS dan label meliputi: Interscope, Geffen, A & M, Pulau, Def Jam, MCA, Mercury, dan Universal Motown
  • Universal Studios, Studio Canal, Film Polygram, Canal +
  • Banyak perusahaan internet dan ponsel
  • Lady Gaga, The Black Eyed Peas, Lil Wayne, Rihanna, Mariah Carey, Jay-Z
Sony_Corporation-logo
Sony memilii:
  • Columbia Pictures, Screen Gems, Sony Pictures Classics
  • 15% dari penjualan US Musik, label termasuk Columbia, Epic, Sony, Arista, Jive dan RCA Records
  • Beyonce, Shakira, Michael Jackson, Alicia Keys, Christina Aguilera
Aktor dalam jumlah terbatas dalam industri komunikasi berarti sudut pandang yang terbatas dan ide2nya yg dijual ke masyarakat umum. Ini juga berarti pesan tunggal dapat dengan mudah memenuhi segala bentuk media untuk menghasilkan “persetujuan” dari masyarakat, semisal “ada senjata pemusnah massal di Irak” untuk “melegalkan” invasi ke Iraq.
Standardisasi Pemikiran Manusia
PYE
Penggabungan perusahaan media dalam dekade terakhir menghasilkan oligarki kecil konglomerat media. Apa yang TV tunjukkan, kita ikuti, musik yang kita dengarkan, film-film kita melihat dan surat kabar yang kita baca, semuanya diproduksi oleh 5 perusahaan yang telah saya sebutkan. Pemilik dari konglomerat memiliki hubungan dekat dengan elit dunia dan, dalam banyak hal, mereka ADALAH the elite. Dengan memiliki semua outlet memungkinkan mereka untuk memiliki potensi dalam mencapai massa, konglomerat ini memiliki kekuatan untuk menciptakan di benak orang-orang, satu pandangan dunia kohesif, melahirkan sebuah “standardisasi pemikiran manusia”.
Bahkan gerakan atau gaya yang dianggap marjinal, pada kenyataannya, ekstensi dari pemikiran mainstream. media massa menghasilkan pemberontak mereka sendiri yang pasti melihat bagian tapi masih bagian dari pembentukan. Seniman, kreasi dan ide-ide yang tidak sesuai dengan cara berpikir arus utama yang tanpa ampun ditolak dan dilupakan oleh konglomerat, yang pada gilirannya membuat mereka hampir menghilang dari masyarakat itu sendiri. Namun, ide-ide yang dianggap valid dan diinginkan untuk diterima oleh masyarakat yang terampil dipasarkan ke massa dalam rangka untuk membuat mereka menjadi norma yang lebih jelas.
Pada tahun 1928, Edward Bernays sudah melihat potensi pergerakan besar dalam membakukan pemikiran massa:
“Film Amerika adalah pembawa propaganda pikiran bawah sadar terbesar di dunia saat ini. Ini adalah distributor besar bagi ide-ide dan pendapat. Gambar bergerak dapat standarisasi ide-ide dan kebiasaan suatu bangsa. Karena gambar yang dibuat untuk memenuhi permintaan pasar, mereka mencerminkan, menekankan dan bahkan membesar-besarkan kecenderungan populer yang luas, daripada merangsang ide-ide baru dan pendapat. Gambar gerak avails sendiri hanya ide dan fakta-fakta yang dalam mode. Sebagai surat kabar berusaha untuk menyiapkan berita, ia berusaha untuk menyiapkan hiburan.”
- Edward Bernays, Propaganda
Fakta ini ditandai sebagai bahaya bagi kebebasan manusia di tahun 1930-an oleh para pemikir dari mazhab Frankfurt seperti Theodor Adorno dan Herbert Marcuse. Mereka mengidentifikasi tiga masalah utama dengan industri budaya. Industri ini dapat:

  1. mengurangi manusia yang memiliki kemampuan emansipasi, yang mampu membuat keputusan yang rasional di tengah massa;
  2. mengganti drive yang sah untuk otonomi dan kesadaran diri dengan kemalasan, mengharapkan rasa aman dengan mencocokkan diri dengan dunia luar dan kepasifan, dan
  3. memvalidasi gagasan bahwa laki-laki benar-benar berusaha untuk melarikan diri dari dunia absurd dan kejam di mana mereka hidup dengan kehilangan dirinya dalam kepuasan kondisi hipnosis-diri.
Gagasan pelarian bahkan lebih relevan saat ini dengan munculnya video game online, film 3D dan bioskop rumah. Massa, terus mencari hiburan state-of-the-art, akan resor untuk produk dengan anggaran tinggi yang hanya dapat diproduksi oleh perusahaan-perusahaan media terbesar di dunia. Produk ini mengandung pesan hati-hati yg dapat dihitung dan simbol yang tidak lebih dan tidak kurang dari propaganda hiburan. Masyarakat telah dilatih untuk CINTA propaganda untuk sejauh hal itu membelanjakan uangnya dengan susah payah untuk terkena propaganda hiburan. Propaganda (digunakan dalam kedua arti politik, budaya dan komersial) tidak lagi bentuk komunikasi koersif atau otoritatif yang ditemukan di kediktatoran: ia telah menjadi sinonim hiburan dan kesenangan.
“Sehubungan dengan propaganda pendukung awal keaksaraan universal dan pers bebas yang dibayangkan hanya dua kemungkinan: propaganda mungkin benar, atau mungkin salah. Mereka tidak meramalkan apa sebenarnya yang terjadi, terutama di negara demokrasi barat yang kapitalis – pengembangan industri komunikasi massa yang luas, yang bersangkutan pada umumnya tidak dengan benar atau yang salah, tetapi dengan kenyataan, sama sekali tidak relevan . Singkatnya, mereka gagal untuk memperhitungkan selera rekening manusia hampir tak terbatas untuk selingan.”
- Aldous Huxley, Preface to A Brave New World
Sepotong tunggal media sering tidak memiliki efek yang berlangsung pada jiwa manusia. Media massa, bagaimanapun, dengan sifat maha-nya, menciptakan lingkungan hidup tempat dimana kita berevolusi setiap hari. Hal ini mendefinisikan norma dan tidak termasuk yang tidak diinginkan. Dengan cara yang sama kereta kuda memakai penutup mata sehingga mereka hanya dapat melihat apa yang benar di depan mereka, massa hanya bisa melihat di mana mereka harus pergi.
“Ini dimungkinkan dengan munculnya media massa yang memungkinkan penggunaan teknik propaganda dalam skala sosial. Liputan pers, radio dan televisi untuk menciptakan lingkungan yang membuat propaganda ini bertahan secara terus menerus, abadi dan mempengaruhi secara total nyaris tak terlihat justru karena ia menciptakan lingkungan yang konstan. Media massa menyediakan hubungan penting antara individu dan tuntutan masyarakat teknologi. ”
- Jacques Ellul
Salah satu alasan media massa berhasil mempengaruhi masyarakat adalah karena jumlah ekstensif penelitian tentang ilmu kognitif dan sifat manusia yang telah diterapkan untuk itu.
Teknik-teknik Manipulasi

“Publisitas adalah upaya sengaja untuk mengelola persepsi publik tentang subjek. Subyek publisitas termasuk orang (misalnya, politisi dan seniman), barang dan jasa, organisasi dari semua jenis, dan karya seni atau hiburan. ”
Dorongan untuk menjual produk dan ide-ide kepada massa telah menyebabkan sejumlah penelitian yang belum pernah terjadi sebelumnya, penelitian tentang perilaku manusia dan jiwa manusia. Ilmu kognitif, psikologi, sosiologi, semiotika, linguistik dan bidang terkait lainnya dan masih secara ekstensif diteliti melalui studi yang didanai dengan baik.
“Tidak ada kelompok sosiolog dapat mendekati tim iklan dalam pengumpulan dan pengolahan data sosial yang dieksploitasi. Tim iklan telah menghabiskan miliaran setiap tahun pada penelitian dan pengujian reaksi, dan produk mereka dan mengakumulasi materi tentang berbagi pengalaman dan perasaan dari seluruh masyarakat.”
- Marshal McLuhan, The Extensions of Man
Hasil studi tersebut diterapkan untuk iklan, film, video musik dan media lainnya untuk membuat mereka sebagai berpengaruh mungkin. Seni pemasaran sangat dihitung dan ilmiah karena harus mencapai baik individu dan kesadaran kolektif. Pada produk-produk budaya tinggi anggaran, video tidak pernah “hanya video”, Gambar, simbol dan makna secara strategis ditempatkan dalam rangka untuk menghasilkan efek yang diinginkan.
“Hal ini dengan pengetahuan tentang manusia, kecenderungan nya, keinginannya, kebutuhannya, mekanisme psikis, Otomatisasi nya serta pengetahuan psikologi sosial dan psikologi analitis yang mengolah teknik-teknik propaganda.”
- Propagandes, Jacques Ellul (free translation)
Propaganda hari ini hampir tidak pernah menggunakan argumen rasional atau logis. Langsung menyentuh kebutuhan manusia yang paling mendasar dan naluri untuk menghasilkan respons emosional dan tidak rasional. Jika kita selalu berpikir rasional, kami mungkin tidak akan membeli 50% dari apa yang kita miliki. Bayi dan anak-anak selalu ditemukan dalam iklan yang ditujukan pada perempuan untuk alasan tertentu: studi menunjukkan bahwa gambar anak-anak memicu para wanita untuk insting memelihara, untuk peduli dan untuk melindungi, pada akhirnya menyebabkan simpatik yang bias terhadap iklan.
soda-ads-
Strange old 7up ad using the cuteness of babies

Seks ada dimana-mana di media massa, karena menarik dan menjaga perhatian pemirsa. Langsung menghubungkan kebutuhan hewan kita untuk berkembang biak dan untuk mereproduksi, dan, bila dipicu, naluri ini dapat langsung dilatar pikiran-pikiran rasional lain dalam otak kita.
Subliminal Perception
Bagaimana jika pesan yang dijelaskan di atas mampu mencapai langsung pikiran bawah sadar pemirsa, tanpa pemirsa menyadari apa yang terjadi? Itulah tujuan persepsi subliminal. Iklan frase subliminal diciptakan pada tahun 1957 oleh peneliti pasar AS James Vicary, yang mengatakan ia bisa penonton bioskop untuk “minum Coca-Cola” dan “makan popcorn” dengan pesan-pesan berkedip pada layar untuk waktu yang singkat dan pemirsa tidak sadari.
“Persepsi bawah sadar adalah suatu proses yang disengaja yang dibuat oleh teknisi komunikasi, di mana Anda menerima dan merespon informasi dan instruksi tanpa sadar memberikan petunjuk”
- Steve Jacobson, Mind Control in the United States
Teknik ini sering digunakan dalam pemasaran dan kita semua tahu SEKS telah dijual.
subliminal-imagery
coca-cola-ice-cube-blowjob-subliminal-advert
AXE
Meskipun beberapa sumber mengklaim bahwa iklan subliminal tidak efektif, dokumentasi penggunaan teknik ini di media massa membuktikan bahwa penciptanya percaya pada kekuatan subliminal message ini. Studi terbaru juga terbukti efektif, terutama ketika pesan negatif.

“Sebuah tim dari University College London, yang didanai oleh Wellcome Trust, menemukan bahwa [persepsi subliminal] sangat bagus untuk menanamkan pikiran negatif. Ada banyak spekulasi tentang apakah orang dapat memproses informasi emosional tidak sadar, untuk gambar misalnya, wajah dan kata-kata, “kata Profesor Nilli Lavie, yang memimpin penelitian. Kami telah menunjukkan bahwa orang dapat merasakan nilai emosional pesan subliminal dan telah ditunjukkan secara meyakinkan bahwa orang jauh lebih selaras dengan kata-kata negatif. ”
- Source
A famous example of subliminal messaging in political communications is in George Bush's advertisement against Al Gore in 2000.
 
Right after the name of Gore is mentioned, the ending of the word "bureaucrats" – "rats" – flashes on the screen for a split second.
rats
The discovery of this trickery caused quite a stir and, even if there are no laws against subliminal messaging in the U.S., the advertisement was taken off the air.
As seen in many articles on The Vigilant Citizen, subliminal and semi-subliminal messages are often used in movies and music videos to communicate messages and ideas to the viewers.
Desensitization
In the past, when changes were imposed on populations, they would take to the streets, protest and even riot. The main reason for this clash was due to the fact that the change was clearly announced by the rulers and understood by the population. It was sudden and its effects could clearly be analyzed and evaluated. Today, when the elite needs a part of its agenda to be accepted by the public, it is done through desensitization. The agenda, which might go against the public best interests, is slowly, gradually and repetitively introduced to the world through movies (by involving it within the plot), music videos (who make it cool and sexy) or the news (who present it as a solution to today's problems). After several years of exposing the masses to a particular agenda, the elite openly presents the concept the world and, due to mental programming, it is greeted with general indifference and is passively accepted. This technique originates from psychotherapy.
"The techniques of psychotherapy, widely practiced and accepted as a means of curing psychological disorders, are also methods of controlling people. They can be used systematically to influence attitudes and behavior. Systematic desensitization is a method used to dissolve anxiety so the the patient (public) is no longer troubled by a specific fear, a fear of violence for example. [...] People adapt to frightening situations if they are exposed to them enough".
- Steven Jacobson, Mind Control in the United States
Predictive programming is often found in the science fiction genre. It presents a specific image of the future – the one that is desired by the elite – and ultimately becomes in the minds of men an inevitability. A decade ago, the public was being desensitized to war against the Arab world. Today, the population is gradually being exposed to the existence of mind control, of transhumanism and of an Illuminati elite. Emerging from the shadows, those concepts are now everywhere in popular culture. This is what Alice Bailey describes as the "externalization of the hierarchy": the hidden rulers slowly revealing themselves.
Occult Symbolism in Pop Culture
metropolis-19281
Metropolis – a movie by the elite, for the elite?
Contrarily to the information presented above, documentation on occult symbolism is rather hard to find. This should not come as a surprise as the term "occult", literally means "hidden". It also means "reserved to those in the know" as it is only communicated to those who are deemed worthy of the knowledge. It is not taught in schools nor is it discussed in the media. It is thus considered marginal or even ridiculous by the general population.
Occult knowledge is NOT, however, considered ridiculous in occult circles. It is considered timeless and sacred. There is a long tradition of hermetic and occult knowledge being taught through secret societies originating from ancient Egyptians, to Eastern Mystics, to the Knights Templar to modern day Freemasons. Even if the nature and the depth of this knowledge was most probably modified and altered throughout the centuries, mystery schools kept their main features, which are highly symbolic, ritualistic and metaphysical. Those characteristics, which were an intricate part of ancient civilizations, have totally been evacuated from modern society to be replaced by pragmatic materialism. For this reason, there lies an important gap of understanding between the pragmatic average person and the ritualistic establishment.
"If this inner doctrine were always concealed from the masses, for whom a simpler code had been devised, is it not highly probable that the exponents of every aspect of modern civilization – philosophic, ethical, religious, and scientific-are ignorant of the true meaning of the very theories and tenets on which their beliefs are founded? Do the arts and sciences that the race has inherited from older nations conceal beneath their fair exterior a mystery so great that only the most illumined intellect can grasp its import? Such is undoubtedly the case."
- Manly P. Hall, Secret Teachings of All Ages
The "simpler code" devised for the masses used to be organized religions. It is now becoming the Temple of the Mass Media and it preaches on a daily basis extreme materialism, spiritual vacuosity and a self-centered, individualistic existence. This is exactly the opposite of the attributes required to become a truly free individual, as taught by all great philosophical schools of thought. Is a dumbed-down population easier to deceive and to manipulate?
"These blind slaves are told they are "free" and "highly educated" even as they march behind signs that would cause any medieval peasant to run screaming away from them in panic-stricken terror. The symbols that modern man embraces with the naive trust of an infant would be tantamount to billboards reading, 'This way to your death and enslavement,' to the understanding of the traditional peasant of antiquity"
- Michael A. Hoffman II, Secret Societies and Psychological Warfare
go-usa
Penutup
Artikel ini menguji para pemikir utama di bidang media massa, struktur kekuasaan media dan teknik yang digunakan untuk memanipulasi massa. Saya yakin informasi ini sangat penting untuk pemahaman dari “mengapa” dalam topik yang dibahas di mureo. “Populasi massal” versus “kelas penguasa” dikotomi dijelaskan dalam banyak artikel bukan “teori konspirasi” (sekali lagi, aku benci istilah ini), tetapi kenyataan telah jelas diperlihatkan dalam industri dalam beberapa abad ini.
Lippmann, Bernays dan Lasswell menyatakan bahwa masyarakat tidak cocok untuk menentukan nasib mereka sendiri, yang merupakan tujuan yang melekat pada demokrasi. Sebaliknya, mereka menyerukan cryptocracy, sebuah pemerintah tersembunyi, sebuah kelas penguasa yang bertanggung jawab atas “kelompok bingung.” Sebagai ide-ide mereka terus diterapkan kepada masyarakat, maka semakin jelas bahwa populasi yang bodoh tidak menjadi kendala bahwa penguasa harus berurusan dengan: Ini adalah sesuatu yang diinginkan dan, memang perlu, untuk memastikan kepemimpinan total. Populasi yang bodoh tidak tahu hak, tidak mencari pemahaman yang lebih besar dari masalah dan tidak berwenang bertanya. Ini hanya mengikuti tren. Budaya populer melayani dan memelihara kebodohan dengan terus melayani sampai hiburan otak-hal rumit dan menyoroti merosotnya mereka sehingga mengidolakan selebriti. Banyak orang bertanya kepada saya: “Apakah ada cara untuk menghentikan ini?” Ya, ada. HENTIKAN MENDENGARKAN OMONG KOSONG MEREKA DAN BACA BUKU.
"If a nation expects to be ignorant and free, it expects what never was and never will be."
- Thomas Jefferson